Jumat, 26 Desember 2008

Media Indonesia, Rabu, 10 Desember 2008
Komitmen dari atas, memberantas tanpa pandang bulu, dan adanya transparansi jadi kunci pemberantasan korupsi.

ADA delapan sektor yang rawan bagi terjadinya praktik korupsi. Salah satunya adalah bisnis keluarga pejabat negara yang berada di wilayah anggaran APBN dan APBD serta pengurusan izin.
Untuk itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan aparat penegak hukum agar mengawasi delapan wilayah tersebut. “Perhatikan wilayah-wilayah itu sehingga bisa menyelamatkan uang negara,” tegas Presiden dalam sambutan puncak peringatan Hari Antikorupsi Sedunia di Monumen Nasional, kemarin.
Apa yang disampaikan Kepala Negara tidak jauh berbeda dengan temuan Transparency International Indonesia (TII). TII menyebutkan tingkat korupsi tertinggi terjadi di bidang pelayanan publik, seperti perpajakan, izin usaha, pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintah, pelabuhan, berbagai pungutan liar, serta proses pembayaran.
Namun, TII mencatat indeks persepsi korupsi menunjukkan perbaikan. Pada 2004, indeks persepsi korupsi Indonesia masih 2,0 dan menempati peringkat 137 dari 146 negara. Tahun ini Indonesia menempati peringkat 126 dari 180 negara dengan indeks 2,6.
Presiden menyebutkan ada sejumlah faktor pendukung terlaksananya gerakan pemberantasan korupsi. Pertama, komitmen tinggi dari atas. Kedua, memberantas korupsi tanpa pandang bulu dan tanpa tebang pilih. Ketiga, adanya transparansi dan akuntabilitas. Jika ketiga hal itu dilakukan, capaian kemajuan gerakan antikorupsi dari tahun ke tahun akan semakin cepat.
Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia yang diselenggarakan Kejaksaan Agung tersebut dihadiri 6.500 siswa SMA se-DKI Jakarta serta anggota karang taruna. Selain Presiden Yudhoyono, hadir Wapres Jusuf Kalla, Jaksa Agung Hendarman Supandji, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, dan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu.
Saat meninjau kantin kejujuran, Presiden yang didampingi Ibu Ani Yudhoyono juga melakukan transaksi membeli barang serta menaruh uang dan mengambil sendiri kembalian yang telah disiapkan di satu tempat khusus. Hingga saat ini sudah berdiri 2.711 kantin kejujuran yang tersebar di sekolah-sekolah.
Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia juga ditandai dengan deklarasi antikorupsi. Acara digelar di tempat parkir Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan dihadiri seluruh gubernur Indonesia dan perwakilannya. Dari 33 gubernur yang diundang, 22 gubernur hadir dan 11 lainnya mengirimkan perwakilan. Deklarasi diikuti KPK dan seluruh gubernur.
Dengan lantang mereka menyuarakan bahwa korupsi bukanlah budaya bangsa Indonesia, melainkan kejahatan luar biasa, merampas hak-hak rakyat untuk sejahtera, menyengsarakan rakyat Indonesia, serta merusak kehidupan berbangsa dan bernegara.
Selain tidak akan melakukan perbuatan korupsi, para gubernur berjanji menciptakan generasi muda antikorupsi, mengutuk segala bentuk perilaku korupsi, dan siap menghancurkan serta memusnahkan korupsi dari Bumi Pertiwi.

Pengawasan

Sementara itu, pada acara Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi 2008 di Balai Kartini, Jakarta, Ketua KPK Antasari Azhar berpendapat maraknya korupsi di lembaga pemerintah terjadi karena sistem pengawasan kurang optimal. Idealnya, pengawasan lembaga pemerintahan dilakukan dari luar lembaga. “Misalnya, berada di bawah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Ini untuk menghindari konflik kepentingan.”
Antasari menambahkan, Indonesia bisa belajar banyak dari China soal penerapan pengawasan lembaga di luar instansi tersebut.
Di sisi lain, anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Juntho menilai pemerintahan SBY kurang serius menangani pemberantasan korupsi. Indikatornya, penyelesaian kasus korupsi BLBI (bantuan likuiditas Bank Indonesia) yang lambat serta upaya pembersihan di kejaksaan yang belum tuntas.
“Yang menjadi prioritas masih kasus kecil, sedangkan kasus besar yang mengaitkan tokoh tertentu kurang menjadi prioritas.”
Ia juga mengkritik lambannya proses izin pemeriksaan pejabat yang menjadi tersangka korupsi. Emerson berharap pemerintah dapat segera menuntaskan penanganan kasus BLBI. Regulasi pelaksanaan UU Penyelenggara Korupsi serta UU Tipikor yang prosesnya lambat juga harus segera diselesaikan.(*/NJ/X-10)

Kamis, 11 Desember 2008

PERSONIL OPERASIONAL
Tim Anti Korupsi Pemerintah Aceh (TAK-PA)

KETUA : Ridwan Muhammad, SH. M.Hum
SEKRETARIS : T. Jailani Yacob, SE
KORLAP : Tgk. H. Abdullah Madyah
Anggota : Hadi Effendiar
Anggota : Sayed Faisal Al-Atas

Kamis, 04 Desember 2008

*Soal Pungutan Uang Penyusunan Kontrak* *Kadishutbun Perintah Agar Dikembalikan *

BANDA ACEH - Temuan Tim Anti Korupsi Pemerintah Aceh (TAKPA) yang
mengindikasikan adanya pungutan uang dalam penyusunan kontrak proyek
APBA 2008 pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Aceh, mendapat
perhatian serius dari pimpinan di lembaga itu. Kadishutbun, Ir Hanifah
Affan, meminta kepada jajarannya untuk mengembalikan uang fotokopi
berkas yang dipungut dari rekanan pemenang tender di dinas tersebut.

Perintah itu tertuang dalam salah satu poin isi suratnya yang ditujukan
kepada Sekretaris Dishutbun Aceh. Dalam surat yang ditembuskan kepada
Gubernur Aceh, Kadishutbun mempertanyakan tentang temuan tim TAKPA
tersebut, kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pelaksana
Tehnis Kegiatan (PPTK).

Hanifah mengatakan, jika benar ada pungutan dengan alasan untuk uang
fotokopi penggandaan dokumen penyusunan kontrak yang akan diberikan
kepada kontraktor pemenang tender, maka uang tersebut harus dikembalikan
segera kepada rekanan yang bersangkutan.

Koordinator lapangan TAKPA, Tgk H Abdullah Madyah yang dikonfirmasi
Serambi, Selasa (2/12), membenarkan Kadishutbun Aceh telah menyurati
Sekretaris Dishutbun untuk mempertanyakan temuan TAKPA. Pada poin 1
suratnya, ia meminta Sekretaris Dishutbun Aceh untuk melakukan
koordinasi/konfirmasi kepada KPA dan PPTK atas temuan kuintasi pungutan
uang penyusunan kontrak yang dilakukan KPA dan PPTK pada waktu mau
menyerahkan kontrak APBA 2008 milik Dishutbun kepada kontraktor pemenang
tender 2008.

Pada poin 2, Kadishutbun Aceh meminta pengutip uang tersebut untuk
mengembalikannya kepada rekanan. Dan kepada staf yang telah melakukan
tindakan tersebut diberikan teguran tertulis. Pada poin 3, memerintahkan
penggandaan dokumen yang menjadi haknya pihak ketiga serahkan kepada
mereka untuk melakukan penggandaannya, dan tidak dilakukan oleh staf
sehingga dapat dituduh sebagai ?pungutan.?

Ketua TAKPA, Ridwan Muhammad yang didampingi Koordinator Lapangan, Tgk H
Abdullah Madyah, dan anggota Hardi Evendiar, kepada Serambi kemarin
mengatakan, operasi dan pengintaian yang dilakukan anggota TAKPA
terhadap pelaksanaan proses tender APBA 2008 dimaksudkan supaya proses
tender APBA 2008 ini benar-benar mengikuti Keppres Nomor 80 tahun 2003,
tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Berdasarkan pasal 8 Keppres 80 tahun 2003, sebut Ridwan, dinyatakan
bahwa departemen/kementrian/lembaga/TNI/Polri/pemerintah daerah/BI,
BHMN/BUMN/BUMD wajib menyediakan biaya administrasi proyek untuk
mendukung pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang dibiayai dari APBN/APBD.

Biaya dimaksud adalah, a) honorarium pengguna barang/jasa,
panitia/pejabat pengadaan, bendaharawan, dan staf proyek, b) pengumuman
pengadaan barang/jasa, c) penggandaan dokumen pengadaan barang/jasa
dan/atau dokumen prakualifikasi d) administrasi proyek yang diperlukan
untuk mendukung pelaksanaan pengadaan barang/jasa.

Pasal 8 Keppres Nomor 80 itu, kata Ridwan, memberi makna bahwa biaya
fotokopi penggandaan kontrak kerja adalah menjadi kewajiban pengguna
barang atau SKPA yang dituangkan dalam biaya administrasi proyek. Jadi,
panitia tender maupun panitia penyusun kontrak tidak boleh memungut uang
penyusunan kontrak, karena dana itu telah disediakan dalam biaya
administrasi proyek, kata dia.

Seperti diberitakan, Tim Anti Korupsi Pemerintah Aceh (TAKPA), beberapa
waktu lalu, menemukan tanda bukti kuitansi pungutan uang penyusunan
kontrak proyek APBA 2008 pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh,
dengan besaran Rp 3 sampai Rp 6 juta. Pungutan itu dilakukan dengan
dalih untuk uang fotokopi penggandaan dokumen kontrak yang telah dibuat
pejabat Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau Pejabat Pelaksana Tehnis
Kegiatan (PPTK) APBA 2008 untuk diserahkan kepada kontraktor yang telah
ditetapkan sebagai pemenang tender proyek.

Ridwan Muhammad mengatakan, pengutipan uang penyusunan kontrak pada
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh, merupakan yang kedua ditemukan
timnya setelah Dinas Pendidikan. Hasil pelacakan anggota TAKPA, pungutan
uang penyusunan kontrak ini hampir terjadi di seluruh SKPA. Karena itu,
sebelum melaporkan temuannya ini kepada Kejaksaan Tinggi Aceh, TAKPA
terlebih dahulu akan melakukan konsultasi kepada Gubernur Aceh, Irwandi
Yusuf.(her)

Selasa, 02 Desember 2008

KADIS PENDIDIKAN DAN DEWAN SALING TANTANG

Kelembagaan Dinas Pendidikan Aceh menyatakan siap membuka diri untuk diaudit lembaga keuangan negara dan Tim Anti Korupsi Pemerintah Aceh (TAKPA), terkait temuan sejumlah proyek fiktif di dinas tersebut. Sementara tim Panitia Khusus DPRA akan menindaklanjuti temuan itu sehingga bisa diproses secara hukum.

Pihak Dinas Pendidikan Aceh menyebutkan, temuan sejumlah proyek APBA bermasalah dan fiktif di sektor pendidikan oleh Tim Pansus I DPRA hanyalah kesalahpahaman biasa. “Tidak ada proyek fiktif di dinas ini. Kami juga siap diaudit untuk membuktikan hal itu,” kata Rajab, sekretaris yang juga pemegang nota dinas Kadis Pendidikan Aceh, Rabu (22/10).

Menurutnya, hal itu telah dijelaskan pihaknya kepada tim Pansus I DPRA beberapa waktu lalu. Terkait temuan data proyek yang amburadul juga sudah ditata ulang dan sudah diperlihatkan kembali ke pihak dewan. “Jadi sebenarnya cuma mis-komunikasi. Zaman sekarang mana ada yang berani buat data fiktif dan korupsi lagi. Apalagi ini proyek APBA,” tutur Rajab.

Menyangkut tuntutan banyak pihak agar dana pendidikan diaudit, dia menyatakan siap melakukan hal ini, termasuk menghadirkan auditor keuangan negara dan auditor dari TAKPA. “Kita terbuka untuk diaudit,” katanya.

Sementara itu, tim Pansus DPRA menyatakan temuan sejumlah penyimpangan pada proyek APBA yang dikelola Dinas Pendidikan Aceh akan terus ditindaklanjuti hingga tuntas. Temuan-temuan itu nantinya akan dilaporkan ke Kejaksaan atau Kepolisian untuk diproses secara hukum.

Dewan juga membantah kalau pihaknya dikatakan memperoleh klarifikasi dari Dinas Pendidikan Aceh terkait banyaknya temuan proyek fiktif di sektor pendidikan itu. “Hingga kini kami belum pernah memperoleh klarifikasi dari merek (pihak Dinas Pendidikan—red). Jadi dalam hal ini bukan mis-komunikasi, melainkan mis-korupsi,” ujar ukhlis Mukhtar, Anggota Pansus DPRA, yang dihubungi Harian Aceh, kemarin.

Mukhlis menegaskan, pihaknya banyak sekali menemukan proyek yang didanai APBA yang tidak jelas di Dinas Pendidikan Aceh. Temuan penyimpangan didapati di seluruh kabupaten yang telah mereka singgahi, seperti Banda Aceh, Lhokseumawe, dan Kota Sabang.

Di Sabang, lanjutnya, temuan Pansus DPRA terdapat di Sekolah Unggul. Di sekolah yang selalu mengalir dana APBA tiap tahun itu didapati sejumlah keanehan. “Hingga kini bangunan sekolah itu tidak pernah siap-siap, padahal alokasi dana APBA mencapai Rp1,5 miliar. Selesai jendela belakang, rusak jendela depan, dan begitu seterusnya hingga alokasi dana tidak cukup-cukup,” sebutnya.

Meski begitu, kata Mukhtar, jumlah total temuan proyek fiktif belum bisa dipublis satu persatu karena indikasi korupsi terjadi di tiap daerah. “Kita akan kumpulkan temuan ini dan dalam waktu dekat akan disiarkan ke publik,” tandasnya.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Pansus I DPRA yang diketuai Sulaiman Abda dengan anggota Jamal Yunus, Bachrum Manyak, HK Zainal Arifin, Ali Yacob, dan Burdansyah, beberapa waktu lalu menemukan banyak data proyek fiktif di Dinas Pendidikan Aceh, baik yang proyeknya di Banda Aceh maupun di Lhokseumawe.

Selain ditemukan adanya ketidakjelasan dalam perihal pengadaan sejumlah barang/jasa, Tim Pansus juga menemukan sejumlah proyek fiktif yang didanai APBA 2008.

Indikasi korupsi lainnya j ditemukan di Balai Pelatihan dan Pendidikan Guru (BPPG) Banda Aceh. Untuk BPPG, dalam APBA 2007 dialokasikan pengadaan 60 unit komputer, namun sampai saat ini baru ada 42 unit dan yang sudah terpasang 38 unit.

Selanjutnya, indikasi korupsi ditemukan berdasarkan laporan realisasi belanja kegiatan Dinas Pendidikan tahun 2007. Pengadaan alat peraga tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat yang bernilai ratusan juta rupiah ternyata tidak jelas lokasi sasaran proyek, karena hanya mencantumkan lokasi di kabupaten/kota, tanpa menyebutkan lokasi detil proyek tersebut.

Hal yang sama juga ditemukan pada sejumlah proyek pendidikan yang dilaksanakan di Lhokseumawe. Atas temuan tersebut, sejumlah LSM anti korupsi meminta dewan melaporkan kasus ini ke penegak hukum untuk diproses.

Terkait hal ini, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf juga meminta pihak dewan melaporkan temuan itu kepada pihak berwajib guna diproses secara hukum. “Silakan laporkan ke penegak hukum jika memang ada proyek fiktif. Saya juga ada tim anti korupsi yang akan meneruskan temuan Pansus,” sebut Irwandi saat itu.[ha]

Senin, 01 Desember 2008

Dugaan Korupsi TVRI Banda Aceh Harus Diusut

31 Juli 2008

Kapanlagi.com - Dugaan kasus korupsi di TVRI Banda Aceh seperti dilaporkan Tim Antikorupsi Pemerintah Aceh (TAKPA) perlu diusut aparat penegak hukum, sehingga masalah tersebut bisa segera tuntas, kata Wakil Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Muhammad Nazar.

"Kasus dugaan korupsi di TVRI Banda Aceh itu harus diusut. Kita tentu memiliki asas praduga tak bersalah dan tidak boleh langsung memvonis secara sembarangan terhadap masalah itu," katanya di Banda Aceh, Kamis.

Ia menjelaskan, semua masalah itu tentu ada mekanismenya sehingga tidak bisa asal tuding bahwa sesuatu sudah bersalah. Mekanisme penegakan hukum tersebut tentunya ada sama aparat kejaksaan dan kepolisian.

Wagub menjelaskan, aturan pemerintah jelas sudah ada mekanisme terkait dengan penggunaan anggaran, termasuk yang bersumber dari APBD. "Artinya, apabila penyelewengan baik oleh penerima atau pemberi dana ya sama-sama disebut pelanggar hukum," tegas dia.

Dana bantuan Pemerintah kepada TVRI Banda Aceh itu bersumber dari APB Aceh. "Itu dana publik maka penggunaannya harus dapat dipertanggungjawabkan," kata Muhammad Nazar.

Sebelumnnya, Koordinator lapangan TAKPA Tgk H Abdullah Madyah, menemukan sejumlah kejanggalan dalam laporan pertanggungjawaban penggunaan dana bantuan untuk TVRI Banda Aceh yang bersumber dari APBA 2007. Dari total bantuan Rp3 miliar itu di antaranya diduga terindikasi korupsi.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) NAD, Yafizham, menyatakan pihaknya belum mendapat laporan tertulis dari TAKPA terkait temuan indikasi korupsi di TVRI Banda Aceh. "Secara resmi kita belum mendapat laporan dari tim itu," katanya.

Namun, pihaknya telah berbicara melalui telepon untuk bertemu dengan Kepala Stasiun TVRI Banda Aceh terkait masalah tersebut.

"Kita sudah jadwalkan untuk bertemu dengan pihak pimpinan TVRI stasiun Banda Aceh," kata Yafizham seraya menambahkan pihaknya tetap berkomitmen dengan penegakan hukum, terutama terkait dengan tindak pidana korupsi.

Sementara itu salah seorang pejabat di TVRI Banda Aceh, Saiful, saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya menyebutkan itu hanya kesalahan administrasi. (*/cax)

Tersangka Dugaan Korupsi TVRI Aceh Bisa Bertambah

19 Nopember 2008 | 14:20 WIB
Sumber : Harian Berita Sore

Banda Aceh ( Berita ) : Tersangka kasus dugaan korupsi dana bantuan untuk Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI Stasiun Banda Aceh yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) bisa bertambah, kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NAD, Yafizham.

“Kasus dugaan korupsi tersebut saat ini sedang dalam proses pemberkasan perkara oleh tim penyidik Kajati. Tersangkanya bisa bertambah atau sebaliknya juga bisa berkurang,” katanya, di Banda Aceh, Selasa [18/11].

Semuanya itu sangat tergantung dari pengembangan tim penyidik khusus tindak pidana korupsi yang dilakukan lembaga publik dari daerah ini, tambahnya.

Sebelumnya, pihak Kejati NAD telah menetapkan tiga tersangka terkait dugaan kasus korupsi tersebut. Tersangka itu adalah Kepala LPP TVRI Banda Aceh, NY, Kabag Keuangan TVRI, Her dan Yus (mantan Kasubdin pengembangan informasi dan komunikasi pada Dinas Infokom setempat).

Ketiganya diduga telah melakukan tindak pidana penyelewengan dana bantuan kepada LPP TVRI Banda Aceh senilai sekitar Rp1,3 miliar yang bersumber dari APBA 2007.

Ia menyatakan, meski telah ditetapkan sebagai tersangka, namun ketiganya belum ditahan dengan penilaian bahwa mereka masih koperatif. “Statusnya memang telah ditetapkan sebagai tersangka, namun kami menilai mereka masih koperatif sehingga tidak perlu ditahan. Lagipula masih penyidikan sedang berjalan, termasuk kami menunggu hasil audit dari BPKP,” kata Yafizham yang didampingi Kapenkum dan Humas, Ali Rasab Lubis SH.

Menurut dia, jika tersangka tidak mempersulit pemeriksaan, melarikan diri dan menghilangkan barang bukti maka menjadi pertimbangan belum ditahannya mereka.

Kasus di LPP TVRI Banda Aceh itu sebelumnya diungkap Tim Anti Korupsi Pemerintah Aceh (TAKPA) yang menemukan beberapa kejanggalan dalam laporan pertanggungjawaban penggunaan dana bantuan yang bersumber dari APBA 2007 kepada lembaga tersebut. ( ant )

Rabu, 24 September 2008

Verifikasi aset bantuan tsunami di kabupaten

Senin, 22 September 2008


Anggota TAKPA
Hadi Efendiar

Anggota TAKPA
Sayed Faisal Al-Atas
Ketua TAKPA
Ridwan Muhammad,SH.M.Hum
Sekretaris TAKPA
T.Jailani Yacob,SE
Koordinator Lapangan TAKPA
Tgk. H. Abdullah Madyah

Project Coordinator TAK-PA
Shadia Marhaban
Tim berfoto bersama saat mengadakan expose di boot exebisi
Conference Anti Korupsi sedunia di BALI pada tahun 2008
Tim sedang berfoto bersama pimpinan PPATK dan Prof Klitgard
saat berlangsung Konferensi Anti Korupsi Sedunia di BALI tahun 2008.

Kamis, 18 September 2008

Membangun kerjasama dan peningkatan kapasitas TIM

Sosialisasi dan koordinasi antar lembaga

Kasus Stempel Palsu

Komitmen Lembaga


Jangan Coba Korupsi !
Team Leader TAK-PA
Ridwan Muhammad, SH, M.Hum

Rabu, 17 September 2008



















TAK-PA sedang mengklarifikasi beberapa temuan penyimpangan penggunaan anggaran di lingkungan SKPA.

Selasa, 16 September 2008

MISI

-Memfasilitasi lahirnya Draft Qanun Anti Korupsi Pemerintah Aceh
-Memfasiltiasi Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Inspektorat Aceh
-Memfasilitasi Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Tim Anti Korupsi Pemerintah Aceh
-Membangun Jaringan Kerjasama Anti Korupsi Lokal, Nasional dan Internasional
-Memfasilitasi Penerapan sistem e-proqurement Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Aceh
-Memfasilitasi Penerapan System Database Aset Pemerintah Aceh

VISI

Aceh Bebas Korupsi 2012