Jumat, 27 Februari 2009

1,5 Juta Bibit Sawit Dinyatakan Palsu, Dishutbun: Label PPKS Medan Dimanipulasi
Senin, 12 Januari 2009 | 12:01 WIB |

BANDA ACEH | SURYA Online- Program pengembangan kebun kelapa sawit rakyat seluas 15.000 hektare (ha) dengan biaya sekitar Rp 300 miliar dalam jangka waktu dua tahun (2008-2009) yang telah dimulai Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf di 13 kabupaten pada 2008 lalu, ternyata masih banyak mengalami hambatan. Salah satu hambatannya adalah pemalsuan bibit. Sebanyak 1.520.000 dari 3,2 juta bibit kelapa sawit yang pengadaannya berlangsung tahun 2008 dan sudah dipasok oleh rekanan ke delapan kabupaten di Aceh, diduga palsu.

Kecurangan itu terungkap setelah Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Aceh mengonfirmasi legalitas sertifikasi bibit kepada sumber benih Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) di Medan, Sumut.

Pihak PPKS Medan menyatakan bahwa bibit tersebut bukan bersumber dari pembibitan benih di tempat mereka, melainkan dari sumber lain yang ditengarai sebagai bibit asli tapi palsu (aspal).

Untuk menelusuri proses pengadaan bibit palsu tersebut, Serambi menurunkan dua wartawannya sejak Rabu (7/1)-Jumat (9/1) lalu ke salah satu kabupaten yang mendapat bantuan bibit paling banyak, yakni Aceh Barat Daya (Abdya).

Hasil investigasi di kabupaten yang dipimpin Akmal Ibrahim, mantan Redpel Harian Serambi Indonesia itu diturunkan mulai hari ini dalam tiga tulisan.

Pada tahun 2008, sebagaimana diakui bupatinya, Abdya mendapat dua program pengadaan bibit kelapa sawit. Pertama, pengadaan dan pembibitan 1 juta biji kecambah bibit kelapa sawit. Kedua, pengadaan 315.000 batang bibit kelapa sawit siap salur.

Pengadaan bibit sawit siap salur sebanyak 315 hektare (ha) itu dimaksudkan untuk pengembangan 1.800 ha kebun kelapa sawit milik rakyat yang kini pembersihan lahannya sedang dikerjakan oleh kontraktor.

Sedangkan sasaran dari penggunaan pengadaan dan penanaman 1 juta biji kecambah kelapa sawit di Desa Lama Tuha, Kecamatan Kuala Batee, Abdya, itu dimaksudkan untuk pengembangan kebun kelapa sawit rakyat tahap berikutnya di Abdya maupun di seluruh Aceh.

Di Abdya, dari empat lokasi yang menjadi sasaran pengembangan 1.800 ha kebun kelapa sawit rakyat, Serambi melakukan investigasi hanya di dua lokasi sebagai sampel, yakni di Desa Lama Tuha, Kecamatan Kuala Batee, yang menjadi sasaran pengembangan kebun kelapa sawit seluas 1.000 ha serta tempat pembibitan 1 juta biji kecambah kelapa sawit.

Sedangkan tempat investigasi kedua adalah Dusun Lhok Gayo, Desa Pante Rakyat, Kecamatan Babahrot, tempat pengembangan kelapa sawit rakyat seluas 300 ha dan juga sebagai tempat pemeliharaan 315.000 batang bibit kelapa sawit siap salur yang dipasok PT Meudang Perkasa Group.

Di tempat pemeliharaan bibit kelapa sawit siap salur yang berjarak 1,5 kilometer (km) dari jalan raya itu, Serambi menemukan puluhan ribu batang bibit siap salur yang dinyatakan “palsu” oleh PPKS Medan.

Menurut warga setempat, sang rekanan pemasok telah menarik sebagian besar bibit kelapa sawit yang diduga palsu itu. “Tapi ke mana bibit tersebut dipindahkan kami tidak tahu,” ujar seorang warga Dusun Lhok Gayo yang akan menerima bantuan bibit kelapa sawit gratis dimaksud.

Pernyataan warga Dusun Lhok Gayo yang minta namanya dirahasiakan itu, dibenarkan Kepala Unit Pelayanan Pembangunan Perkebunan Aceh Barat Daya, Ir Soekiman. Menurutnya, bibit kelapa sawit siap salur berusia antara 2-4 bulan yang dipasok PT Meudang Perkasa Group untuk pengembangan tanaman kelapa sawit seluas 300 ha di Dusun Lhok Gayo, sebagian besar telah ditarik dari tempat pemeliharaannya.

“Kalaupun masih ada bibit yang belum dipindahkan, jumlahnya sekitar puluhan ribu lagi,” ungkapnya.

Menurut UU Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman, sebut Kepala UPPP itu, bibit kelapa sawit atau bibit apa pun jenis yang telah dinyatakan palsu oleh lembaga yang berwenang, seperti PPKS Medan, maka bibit tersebut harus dimusnahkan dan tidak boleh dibagikan kepada rakyat, karena mutu dan kualitas produktivitas buahnya di kemudian hari tak bisa dipertanggungjawabkan.

“Untuk itu, 315.000 bibit sawit palsu tersebut harus segera dimusnahkan,” tukas Soekiman.

Land clearing

Selain menemukan sisa bibit kelapa sawit palsu yang belum dipindahkan ke tempat lain, Serambi juga melihat lokasi land clearing 300 ha lahan yang akan ditanami bibit kelapa sawit di Dusun Lhok Gayo Desa Pante Rakyat, belum seluruh lahan bersih dari tumpukan kayu bulat hasil tebangan.

Masih ada lahan yang belum dibersihkan dan suara tebangan pohon besar menggunakan gergaji besi (chainsaw) juga masih terdengar. Ini artinya pekerjaan pembersihan lahan belum tuntas 100 persen.

Pada waktu Ketua Tim Antikorupsi Pemerintah Aceh (TAKPA) Ridwan Muhammad yang didampingi Koordinator Lapangan TAKPA, Tgk H Abdullah Madyah dan seorang konsultan, Irfan yang melakukan evaluasi ke lokasi pengembangan 1.800 ha kebun kelapa sawit rakyat di Abdya pada tanggal 26-27 Desember 2008, realisasi land clearing yang terlaporkan baru sekitar 28,05 ha. Memasuki pekan kedua tahun 2009 ini, sudah mengalami kemajuan.

Menurut petugas lapangan PT Menara Fazira Abadi, Zulkifli dan Direktur Lapangannya, Fadli kepada Serambi lahan kebun sawit yang telah dibersihkan sudah mencapai 85 persen dari areal keseluruhan 1.800 ha.

Ada dua pola yang dilakukan dalam pelaksanaan pembersihan lahan. Pertama dikontrakkan dan kedua diswakelolakan kepada masing-masing anggota kelompok yang masuk dalam program pengembangan kelapa sawit rakyat. Untuk pekerjaan swakelola anggota kelompok yang membersihkan lahan kebunnya sendiri diberi upah Rp 1,2 juta/ha, kata Ketua Kelompok Rahmat, Zahruddin.

Kecuali itu, TAKPA juga menemukan kasus dugaan pemalsuan label dan dokumen pengadaan 1 juta biji kecambah kelapa sawit yang akan ditanam di lokasi pembibitan di Abdya. PT Graha Agung selaku pemasok bibit menyatakan telah mamasukkan sekitar 461.000 biji kecambah. Tapi dalam daftar penjualan biji kecambah PPKS Medan, laporan itu belum masuk. Ini dibuktikan dari surat balasan yang disampaikan PPKS Medan kepada TAKPA Aceh, 5 Januari 2009.

Terkait dengan temuan TAKPA ini, Serambi yang mengonfirmasi Kuasa Pengguna Anggaran Proyek Sawit Dishutbun Aceh, Masnun, Minggu (11/1) mengatakan, dari 3,2 juta bibit kelapa sawit yang akan diadakan pada tahun 2008-2009, sampai pekan kemarin baru 1.520.000 batang yang dinyatakan PPKS Medan bukan bibit unggul dari sumber benihnya. Artinya, bibit sawit tersebut bisa dikatakan “palsu”.

Sedangkan temuan TAKPA tentang pengadaan 461.000 biji kecambah kelapa sawit yang dilakukan PT Graha Agung diduga palsu, belum didapat laporannya, dan kalaupun itu nanti benar, maka berdasarkan kontrak perjanjian, sang rekanan wajib menggantinya.

Jangka waktu pengadaan benih sawit tersebut, menurutnya, menggunakan dua tahun anggaran atau multiyears (2008-2009). Jadi, terhadap bibit sawit yang telah dinyatakan palsu oleh PPKS Medan, pemasoknya wajib mengganti dengan bibit sawit yang tidak palsu. Dari delapan rekanan yang pasokan bibit sawitnya telah dinyatakan palsu oleh PPKS Medan itu, hanya dua yang sudah mengambil uang muka kerja (UMK) sebesar 20 persen, sedangkan yang lainnya belum.

Jadi, kalaupun kedua rekanan itu tidak melanjutkan pekerjannya, kerugian negara tergolong kecil. Di sisi lain, rekanan tersebut wajib mengembalikan UMK yang pernah diambilnya. “Dan yang lebih penting lagi, atas konfirmasi Dishutbun ke PPKS Medan, sebelum melakukan pembayaran bibit sawit, uang APBA 2008 yang terselamatkan mencapai Rp 15 miliar akibat pembatalan pebayaran pengadaan 1,520 juta bibit sawit palsu tersebut,” ujarnya.

Masnun mengatakan, untuk mencegah mengalirnya kembali bibit sawit palsu itu ke Aceh maupun daerah lainnya, pihak manajemen PPKS Medan hendaknya melakukan penyidikan ke lokasi sumber benih sawitnya. Umpama, ke lokasi sumber benih Marihat di Pematang Siantar dan lainnya. Begitu juga perkebunan swasta asing, seperti Socfindo dan swasta nasional seperti London Sumatera (Lonsum) yang melakukan penjualan benih bersertifikat dan berlabel biru. Sebab, akibat membludaknya permintaan bibit sawit dari Aceh dan daerah lain, mafia penyaluran bibit sawit palsu jadi tumbuh subur. Modus operandi mereka adalah mencatut atau memalsukan bungkus maupun label serta sertifikat bibit sawit unggul PPKS, Socfindo, dan Lonsum.

Jika mafia pelaku bibit sawit palsu ini tidak diberantas oleh masing-masing lembaga dan perusahaan yang menghasilkan benih unggul, kata Masnun, maka masa depan perkembangan kelapa sawit di Aceh dan di tingkat nasional pada masa datang menjadi suram. “Sebab, apabila sekarang ini ditanam bibit yang tidak unggul dan tidak berproduksi tinggi, maka 5-20 tahun mendatang jutaan bahkan puluhan juta batang pohon kelapa sawit itu tidak bisa berbuah maksimal,” cetus Masnun.

Dinilai tepat

Bupati Abdya, Akmal Ibrahim yang dimintai tanggapannya mengenai temuan 1,520 juta bibit palsu kelapa sawit siap salur itu, mengatakan langkah yang diambil Dishutbun sebelum membayar harga pengadaan bibit kelapa sawit siap salur itu dengan lebih dulu mengecek ke sumber bibit pengadaannya di PPKS Medan, sudah sangat tepat dan benar.

Dengan cara itu, akhirnya daerah tidak sampai dirugikan dan rakyat tidak dikecewakan di kemudian hari dengan menanam bibit sawit yang ternyata tidak unggul alias “aspal”.

Akmal mengatakan tetap optimis bahwa program pengembangan 1.800 ha kebun kelapa sawit tahap I di daerahnya bisa berhasil. Alasannya, untuk tahap awal, Januari 2008 melalui sumber dana APBK sudah dilakukan pembibitan 100.000 biji kecambah kelapa sawit yang dibeli dari PPKS Medan.

Kecuali itu, melalui sumber dana Otsus tahun lalu telah dibuat program pengadaan 1 juta biji kecambah kelapa sawit yang pembibitannya dilakukan di Abdya dan ditambah dengan 315.000 bibit siap salur.

Menurut Akmal, ini jumlah yang besar dan sejalan dengan salah satu program Gubernur Irwandi Yusuf yang bercita-cita ingin menurunkan jumlah penduduk miskin di bawah 20 persen pada masa pemerintahannya.

Diharapkan, dengan pemberian lahan dan bibit kelapa sawit secara gratis sekarang ini, maka dalam lima tahun ke depan, penduduk miskin di Abdya bisa turun mencapai 30 persen dari sebelumnya 56 persen. “Sedangkan penduduk miskin di Aceh mungkin bisa turun sekitar 6-7 persen dari sebelumnya 26 persen,” tukas Akmal. (her/Serambi Aceh)

Kamis, 05 Februari 2009

10 Kota Terbaik Anti Korupsi Versi KPK !

Dari hasil survei integritas publik yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Kota Gorontalo dinilai sebagai kota yang memiliki nilai integritas antikorupsi tertinggi. Survei ini diumumkan Wakil Ketua Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi, M Jasin, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu 4 Februari 2009. Survei dilakukan pada Juni-September 2008 terhadap 105 unit layanan yang berada di 40 departemen tingkat pusat dan 52 kota dan kabupaten kota dengan melibatkan responden sebanyak 9.390. Mereka terdiri dari 3.150 responden tingkat pusat dan 6.240 responden di kabupaten atau kota. Responden adalah pengguna pelayanan publik.

Secara lengkap 10 Kota yang memiliki nilai integritas antikorupsi tertinggi adalah:

Kota Gorontalo
Kabupaten Magelang
Kota Balikpapan
Kabupaten Jembrana
Kota Yogyakarta
Kabupaten Barito Utara
Kabupaten Kudus
Kabupaten Kapuas
Kabupaten Barito Kuala
Kabupaten Probolinggo

Sedangkan 15 kabupaten atau kota yang memiliki nilai integritas terendah adalah:

Kota Tanjung Pinang
Kota Bandung
Kabupaten Sumenep
Kabupaten Bandung
Kota Pontianak
Kabupaten Sambas
Kota Palangkaraya
Kabupaten Serang
Kabupaten Kutai Kartanegara
Kota Malang
Kabupaten Kota Baru
Kota Banjarmasin
Kota Tangerang
Kabupaten Hulu Sungai Tengah
DKI Jakarta

Secara spesifik, ada 12 pemerintah kota dan kabupaten yang unit layanan sampelnya berada di bawah nilai rata-rata diantaranya :

Kota Bandung
Kota Tangerang
Kota Malang
Kota Pontianak
Kota Tanjung Pinang
Kota Palangkaraya
Kota Manado
Kabupaten Bandung
Kabupaten Kutai Kartanegara

Sementara itu untuk pelayanan publik, survei dilakukan terhadap 105 unit pelayanan yang terdapat di 35 departemen atau instansi. Dari 105 unit, komisi menilai hanya 84 unit pelayanan yang menjadi perhatian karena bersentuhan langsung dan berdampak bagi masyarakat.

Unit Pelayanan Publik Terbaik :

Unit Pegadaian Barang (Perum Pegadaian)
Unit Pengambilan Uang Pensiun (PT Pos Indonesia)
Unit Pinjaman Permodalan UKM (Departemen Koperasi dan UKM)
Unit Asuransi Pensiun (PT Taspen)
Unit Izin atau Akreditasi Perguruan Tinggi Swasta (Depdiknas)
Unit Izin Pengembangan Usaha Perikanan (Departemen Kelautan dan Perikanan).
Unit Pendidikan Balai Latihan Kerja (Depnakertrans)
Unit Izin Rumah Obat (Departemen Kesehatan)
Unit Pendaftaran Usaha Waralaba (Departemen Perdagangan)
Unit Teknis Pengujian dan Kalibrasi (Departemen Perindustrian)

Unit Pelayanan Publik Terendah :

Pengadilan Negeri Jakarta Barat
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (Departemen Keuangan)
Lembaga Pemasyarakatan
Pengadilan Negeri Jakarta Utara
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Unit Pelayanan Cukai/Bea Masuk (Departemen Keuangan)
Unit Pembuatan Sertifikat Tanah dan Hak Tanggungan (Badan Pertanahan Negara)
Unit Kargo (PT Angkasa Pura II)
Unit Sewa Tempat Bandara (PT Angkasa Pura II)
Unit Pembuatan TDP (Departemen Perindustrian)
Unit Kapal (PT Pelindo II)
Unit Parkir Bandara (PT Angkasa Pura II)
Unit Perizinan Taman Kanak-kanak (Depdiknas)
Unit Pengurusan SIM (Kepolisian)

Departemen atau Instansi yang memberikan manfaat terbaik:

Perum Pegadaian
PT Pos Indonesia
PT Taspen
Departemen Kesehatan
Departemen Koperasi dan UKM
Badan Pengawasan Obat dan Makanan
PT Pelni
PT Pertamina
Departemen Luar Negeri
PT Sucofindo

Penilaian survei didasarkan pada persepsi korupsi dan corruption experienced.

Sumber : Viva News